Selasa, 31 Maret 2015

Laporan Individual Kunjungan dan FGD di Pendopo Gubernur Kabupaten Garut


Nama   : Rizka Lilis Karina
NIM    : 1406161
Kelas   : 2B Pendidikan Sosiologi

Kuliah Kerja Lapangan Kabupaten Garut, Jawa Barat

   Pada tanggal 26 Februari 2015 saya dan teman-teman dari angkatan 2014 melakukan salah satu kegiatan yang memang diwajibkan untuk seluruh mahasiswa pada tahun ajaran 2014 yaitu KKL atau Kuliah Kerja Lapangan ke Kabupaten Garut, Jawa Barat.
   KKL ini sifatnya wajib maka jika angkatan 2013 yang belum melakukan KKL pada tahun kemarin maka mereka melakukan KKL pada tahun ini bersama kami mahasiswa angkatan 2014. Ada beberapa kakak tingkat dari tahun 2013 yang mengikuti KKL bersama kami.
   Kami berkumpul di kampus tepatnya di depan BNI pada pukul 05. 00 WIB. Saat itu sudah banyak yang berada di depan ATM BNI tersebut. Tujuan kami berkumpul pada jam 05. 00 WIB agar menghindari kemacetan saat menuju Garut tersebut. Waktu yang ditempuh untuk menuju Garut diperkirakan memakan waktu sekitar 2 jam dari Kota Bandung. Maka kemungkinan kami akan berada di Kota Garut pada pukul 07. 00 atau 08. 00.
   Perjalanan kami menuju Kota Garut pada pukul 06. 00 WIB. Kami melakukan perjalanan dengan menggunakan bus. Karena kami berangkat menuju Kota Garut dimulai dari jam 06. 00, maka kami tiba di Kota Garut pada jam 08.30.
   Kami tidak menuju pendopo seperti yang telah direncanakan sebelumnya tetapi kami menuju Balai kota Kabupaten Garut. Kuliah Kerja Lapangan ini di pimpin oleh seorang Bupati Garut tersebut yang bernama H. Rudy Gunawan, SH, MH, MP yang menjabat sebagai bupati dari tahun 2014 hingga 2019 mendatang.
   Bupati Garut tersebut memaparkan sejarah tentang sejarah asal mula nama Garut, luas wilayah beserta jumlah penduduk Kota Garut, serta kearifan lokal kota Garut tersebut. Sejarah nama Garut tersebut yakni pada mulanya dari pembubaran Limbangan yang terjadi pada tahun 1811 oleh Daendels, dengan alasan produksi kopi dari daerah Limbangan menurun hingga titik paling rendah dan bupatinya menolak perintah menanam nila (indigo). Kota Limbangan tersebut juga terkenal dengan nama GURILAB (Gunung, rimba, laut, dan budaya).  Pada tanggal 16 Februari 1813, Letnan Gubernur di Indonesia yang pada waktu itu dijabat oleh Raffles, telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang pembentukan kembali Kabupaten Limbangan yang beribu kota di Suci. Namun Suci dinilai terlalu sempit untuk ibu kota, maka dari itu ibu kota dipindahkan. Pada tanggal tersebut juga ditetakannya sebagai ulang tahun Kota Garut.
   Bupati Limbangan pada saat itu, Adipati Adiwijaya yang menjabat pada tahun 1813 hingga 1831 membentuk sebuah panitia untuk mencari tempat yang cocok untuk Ibu Kota Kabupaten. Pada awalnya, panitia menemukan Cimurah, sekitar 3 Km sebelah timur Suci yang saat ini kampung tersebut dikenal dengan nama Kampung Pidayeuheun. Tetapi air bersih pada kampung Pidayeuheum tersebut sulit diperoleh, maka kampung tersebut tidak dijadikan sebagai tempat ibu kota. Selanjutnya, mereka mencari ke arah barat Suci, sekitar 5 Km dan mereka mendapatkan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai ibu kota. Tempat tersebut memiliki tanah yang subur, tempat tersebut juga memiliki mata air yang mengalir ke Sungai Cimanuk serta memiliki pemandangan yang indah dengan dikelilingi oleh gunung-gunung, seperti Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas dan Gunung Karacak.
   Saat ditemukannya mata air berupa telaga kecil yang tertutup oleh semak belukar berduri (Marantha), tangan seorang panitia tergores hingga berdarah. Dalam bahasa setempat, tergores dinamakan “Kagarut”. Seorang warga Negara Eropa langsung bertanya “Mengapa berdarah?" sesorang yang tergores tersebut menjawab bahwa tangannya kakarut. Orang yang bernegara Eropa tersebut menirukan dengan tidak fasih sehingga menjadi “gagarut”.
   Dari kejadian itu, para pekerja yang berada dalam rombongan tersebut menamai tanaman berduri dengan sebutan “Ki Garut” sedangkan telaganya mereka menamai dengan “Ci Garut”. Karena telah ditemukannya Ci Garut, daerah yang berada disekitar tempat tersebut dikenal dengan nama “Garut”. Nama Garut tersebut mendapat persetujuan oleh Bupati Kabupaten Limbangan, Adipati Adiwijaya untuk dijadikan sebagai ibu kota Kabupaten Limbangan.
   Peletakan batu pertama pembanguanan sarana dan prasarana dilakukan pada tanggal 15 September 1813. Bupati serta pejabat pemerintahan lainnya memberikan pidato di depan publik,  di depan pendopo yang berada diantara alun-alun dan pendopo tersebut terdapat “Babancongan”. Babancongan juga pada saat ini digunakan sebagai tempat untuk perayaan ulang tahun Garut, sebagai tempat untuk melakukan upacara 17 Agustus, serta sebagai lambing kehormatan Garut.
   Setelah tempat-tempat yang sudah direncanakan untuk menjadi ibu kota tersebut selesai dibangun, ibu kota Kabupaten Limbangan tersebut pindah dari Suci ke Garut sekitar tahun 1821. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal No: 60 tertanggal 7 Mei 1913, nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi Kabupaten Garut dan beribu kota Garut pada tanggal 1 Juli 1913. Saat itu bupati yang sedang menjabat adalah RAA Wiratanudatar (1871-1915). Saat itu Kota Garut meliputi tiga desa, yakni Desa Kota Kulon, Desa Kota Wetan, dan Desa Margawati. Kabupaten Garut yang meliputi Distrik-distrik Garut, Bayongbong, Cibatu, Tarogong, Leles, Balubur Limbangan, Cikajang, Bungbulang dan Pameungpeuk.
   Pada tahun 1915 RAA Wiratanudatar digantikan oleh keponakannya yaitu Adipati Suria Karta Legawa pada tahun 1915-1929. Ia memerintah pada tanggal 14 Agustus 1925, berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal, Kabupaten Garut disahkan menjadi daerah pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom). Selama periode 1930-1942, Bupati yang menjabat di Kabupaten Garut adalah Adipati Moh. Musa Suria Kartalegawa. Ia diangkat menjadi Bupati Kabupaten Garut pada tahun 1929 menggantikan ayahnya Adipati Suria Karta Legawa pada tahun 1915-1929.
   Setelah beliau memaparkan asal mula nama Garut tersebut, beliau juga menjelaskan bahwa luas wilayah Kota Garut yakni dua kali liat dari Kota Bandung. Dengan jumlah penduduknya 3,1 juta jiwa yang tersebar di 42 kecamatan dan 402 desa atau kelurahan. Pergantian bupati di Kota Garut telah mencapai 27 kali.
Garut terbagi menjadi 2 wilayah, yakni Garut Utara dan Garut Selatan. Pada Garut Utara terdapat banyak sekali pegunungan dan laut. Sedangkan pada Garut Selatan akan dijumpai berbagai macam bangunan-bangunan industri, pariwisata, serta berbagai macam kuliner yang sudah terkenal dari Kota Bandung seperti cokodot, dodol garut, serta bakso.
   Wisata alam yang ditawarkan oleh Kota Garut ini yakni Gunung Papandayan, Talaga Bodas, Gunung Drajat, Ranca Buaya, dan Pantai Santolo. Wisata alam yang sudah modern pun sudah di miliki Kota Garut, salah satunya Arum Jeram yang berada di Cimanuk, Garut Selatan. Pantai Santolo termasuk pantai ke 2 terindah dari pantai Pangandaran. Pada tahun 2016 direncanakan akan dibuat jalur lingkar Cipanas yang berada di kaki bukit Gunung Guntur dengan lebar 25 meter dan memiliki pemandangan yang sangat indah seperti di Hongkong. Pada jalur lingkar Cipanas ini direncanakan akan di bangun sebuah hotel baru bintang lima di daerah Cipanas yang berada di kawah Papandayan dengan tarif 1 hari menghabiskan biaya 4 juta rupiah.
   Kota Garut masih memiliki kebudayaan yang masih di lestarikan hingga saat ini. Salah satunya masih terdapat komunitas Kampung Duku yang terbagi menjadi Kampung Duku dalam dan luar. Selain itu terdapat makam gidok dimana masih terdapat pusaka-pusaka peninggalan pada zaman dahulu. Pusaka-pusaka keramat tersebut selalu dibersihkan pada saat mulud. Disamping itu,  terdapat makam keramat Cirunyuk yang terkenal dengan 7 pancurannya. Masyarakat biasa menamainya dengan pancuran 7. Di Kota Garut juga terdapat makam yang biasa digunakan untuk berziarah yakni Limbangan Sunan Cipancang. Kota Garut juga memiliki sumber mata air dan masih dipegang erat dari zaman dahulu dengan nama kawin cai. Masih banyak sekali peninggalan yang sampai sekarang masih dilestarikan salah satunya Kota Garut memiliki candi hindu, yakni makam Syekh Muhammad.
   Kota Garut ini selain terkenal dengan wisata alam yang menakjubkan, Kota yang satu ini terkenal pula dengan dombanya. Domba Garut adalah salah satu ikon Kota Garut itu sendiri disamping kulinernya, dodol garut. Domba Garut ini pada tanggal 21 Februari 2014 telah diadakan domba catwalk. Masyarakat sering sekali menjadikan domba untuk di adu dengan domba yang lainnya, hal ini sebagai seni ketangkasan domba.
Masyarakat yang ada di Kota Garut masih memegang erat gotong royong. Tak heran Kota Garut ini mendapatkan juara ke tiga se-Nasional tentang gotong royong ini. Selain terkenal dengan wisata alam yang sangat indah, peninggalan yang masih di lestarikan hingga saat ini, Kota Garut juga terkenal dengan masyarakat yang masih menerapkan gotong royong.
   Setelah kami mendapatkan informasi secara singkat dari Bupati Garut, Rudy Gunawan, kami ISOMA atau istirahat, makan, dan solat terlebih dahulu. Setelah kami melakukan ISOMA, kami melanjutkan perjalanan Kuliah Kerja Lapangan kami ke Kampung Naga yang berada di Tasikmalaya.

Rabu, 18 Maret 2015

Tugas [LAGI]

   Tugas lagi dan lagi. Ya, itu adalah teman yang sangat akrab dengan ku akhir-akhir ini. Aku tak pernah membayangkan sebelumnya akan mendapat tugas yang tak pernah habis setiap harinya. MAklum saja, aku belum terbiasa dan sedang menuju proses pembiasaan dengan setumpuk tugas yang saat ini ada di depan mata ku.
   Setiap hari bisa dipastikan aku tidur selalu larut malam, bahkan hanya tidur 3-4 jam saja setelah itu aku harus melakukan setumpuk aktivitas ku lagi di kampus. Semester 2 ini menurut ku memiliki banyak tantangan sekali. Tugas yang diberikan dosen ku selalu saja mengalir tanpa henti setiap hari, aku pun hampir lupa bagaimana cara tidur yang nyenyak di malam hari bahkan tidur siang pun sudah hampir tak pernah, namun disamping itu semua ada satu hal yang menurut ku sangat menantang adrenalir ku, yakni aku harus setiap hari bangun pagi dan menjalani kuliah pagi serta tugas selalu di kumpulkan pagi hari serta setiap mata kuliah selalu tak pernah ada jarak yang panjang untuk sekedar mencuri-curi untuk tidur meski sesaat pun.
   Hari ini, di pagi yang cukup bersahabat sekali aku tetap mengerakan salah satu tugas yang semakin lama semakin membuat ku bosan dengan salah satu tugas tersebut. Padahal hari ini aku libur namun tugas yang diberikan dosen tak ada kata libur meski sehari saja. Semalam aku pun tetap seperti biasa tidur larut malam sekali dan memaksakan badan yang telah lelah ini untuk bekerja kembali mengerjakan tugas yang ada. Padahal saat semester kemarin aku tidak tidur selarut itu.
   Handphone, laptop, musik, cemilan, indomie, kopi, susu, jaringan, hotspot adalah teman yang paling setia menemani ku hingga aku tertidur di atas buku atau laptop ku. Setiap hari aku selalu ditemani itu semua, terkadang jika sudah lelah dan sekedar beristirahat sejenak aku menonton film yang telah aku download di Prodi Pendidikan Sosiologi. Jika aku mulai bosan, terkadang aku membuka blog dan menulis di dalm blog milik ku. Entah apa yang ingin ku tuangkan dalam blog ku mengalir begitu saja.
   Pagi ini, aku berada di TIK Universitas Pendidikan Indonesia, salah satu tempat yang mulai menjadi favorit ku. Maklum saja, seorang anak kosan pasti selalu memanfaatkan fasilitas yang diberikan dari kampusnya ditambah lagi jika itu gratis tanpa pungutan seperak pun. Dari pada aku mengerjakan tugas tersebut di warnet, sudah terlihat berapa rupiah yang harus ku keluarkan dari dompet ku yang semakin lama semakin menipis saja. Di temapt ini, aku dapat berlama-lama sepuasnya bahkan hingga ruangan ini ingin segera di tutup pun bebas sekali.